
WALHI NTT mengharapkan, hasil diskusi ini menjadi pendorong semangat pelestarian budaya dan lingkungan agar seluruh masyarakat Sumba, khususnya masyarakat adat, tampil sebagai pelopor menjaga tanah leluhur, adat istiadat, dan alam di bumi tercinta pulau Sumba. Upaya ini dinilai penting untuk diwariskan kepada generasi sekarang dan generasi mendatang.
Hal lain soal tradisi pemerintahan kampung-kampung di Sumba disampaikan Umbu Wulang ada sistem pemerintahan yang hilang hanya karena kita menganut sistem pemerintahan Desa atau Ndeso yang asalnya dari jawa sehingga system pemerintahan desa dengan struktur birokrasinya tidaklah cocok dengan system pemerintahan kampung atau wanno, padahal kita dijamin undang-undang bahwasannya kita bisa kembali kepada system pemerintahan Wanno atau Praing yang berarti Kampung. Sehingga system pemerintahan Wanno/Praing yang memiliki kekhasan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dapat terlaksana dengan baik seperti tradisi rotu atau moratorium hutan dll. Adat istiadat Sumba pada umumnya adalah nilai tertinggi dalam peradaban orang sumba dari Matawai Amah Pada Njara Hamu, Tana Waikenana Loku Waikalala, Pada Eweta Manda Elu, Dan Loda Wee Maringi Pada Wee Malala. Tutup Umbu Wulang
Paparan materi dari narasumber Yanto Behar Nggali Mara, SH, MH yang juga merupakan advokat masyarakat adat, menyampaikan bahwa Sabana merupakan ekosistem unik dengan keanekaragaman hayati tinggi, namun sering terabaikan dalam kebijakan konservasi. Di Pulau Sumba menjadi habitat penting bagi spesies endemik, serta memiliki nilai ekologis, budaya, dan ekonomi. Sayangnya, tekanan dari konversi lahan, kebakaran, dan perubahan iklim terus mengancam keberlanjutan ekosistem ini.
Untuk mendorong perlindungan sabana, terdapat sejumlah peluang hukum yang dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah penetapan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) berdasarkan Permen LHK No. P.29/2016. Selain itu, UU No. 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, perencanaan tata ruang (RTRW), skema perhutanan sosial, hingga penguatan lewat Perda dan insentif fiskal lingkungan juga dapat menjadi dasar hukum yang kuat. Upaya ini perlu didorong oleh Masyarakat Adat dan seluruh elemen terkait agar Sabana mendapat perlindungan yang setara dengan ekosistem lainnya.
Marthen Ragowino Bira Kepala Desa Tebara dalam paparan materinya mengajak peserta diskusi untuk menjaga kebersihan lingkungan dan mengupayakan peningkatan ekonomi masyarakat dari berbagai potensi kearifan local yang ada serta tidak meninggalkan berbagai tradisi masyarakat adat.
Debora Rambu Kasuatu Ketua PW AMAN Sumba menyampaikan bahwa untuk terus memperkuat kesadaran kolektif dan berkelanjutan dalam mewariskan adat istiadat orang Sumba dalam berbagai hal khususnya dalam melestarikan keadilan ekologis, saya ingin mengajak semua Ama Ina untuk ajarlah anak-anak kita tentang sejarah peradaban leluhur dari awal kedatangan nenek moyang sampai di tanah Sumba hingga saat ini kita hidup, agar anak-anak bangga menjadi anak humba yang beradab yang setia menjaga tanah Humba serta seluruh ekosistem yang ada. Pesan lain juga disampaikan agar kampung – kampung adat kita baiknya harus ada standar kelistrikan yang aman dan nyaman, instalasi harus benar-benar aman agar tidak terjadi hal-hal atau tragedi kebakaran kampung adat yang sangat menyedihkan hati kita.