
Yusinta Ningsih Syarief Nenobahan (YNS) menegaskan pemekaran DOB Amanatun dan Amanuban harus dimulai dari kesiapan sosial dan konsolidasi kuat. Bukan sekadar narasi politik.
Timor Savana, Jakarta –Tokoh perempuan muda asal Timor Tengah Selatan (TTS), Yusinta Syarief Nenobahan (YNS), menegaskan bahwa pemekaran dua Daerah Otonom Baru (DOB)—Kabupaten Amanatun dan Kabupaten Amanuban—harus dibangun di atas fondasi kesiapan sosial dan konsolidasi kuat dari daerah.
Menurutnya, pemekaran tidak boleh semata menjadi proyek administratif atau narasi politik tanpa dukungan akar rumput.“Pemekaran daerah adalah pekerjaan besar. Pendekatan yang dilakukan harus lebih menyentuh aspek sosial dan emosional masyarakat. Itu sangat penting,” ujar YNS dalam wawancara via telepon pada Selasa, 16 April 2025.
Pernyataan YNS ini muncul di tengah menguatnya dukungan politik untuk pemekaran TTS. Sejumlah tokoh, baik di daerah maupun di tingkat nasional—termasuk politisi asal NTT yang kini duduk di Senayan—telah mulai buka suara, mengisyaratkan bahwa dorongan DOB Amanatun dan Amanuban bukan lagi sekadar wacana, tetapi sedang mengarah ke proses yang lebih konkret.
Menurut YNS, indikator awal keberhasilan pemekaran adalah rasa kepemilikan masyarakat terhadap gagasan tersebut. Jika sejak awal masyarakat tidak dilibatkan, pemekaran berisiko memunculkan konflik, mulai dari perebutan lokasi ibu kota, sengketa batas wilayah, hingga resistensi elit lokal.
“Tanpa kesiapan sosial, pemekaran bisa melahirkan konflik baru. Tapi jika dari awal masyarakat sudah diajak bicara, dilibatkan, dan didengar, semua itu bisa diantisipasi,” jelasnya.
Ia memuji langkah tim inisiator yang mulai membangun komunikasi terbuka, namun tetap mengingatkan bahwa dialog dengan komunitas adat, tokoh agama, dan pemimpin lokal harus menjadi agenda utama. “Sosialisasi dan dialog terbuka adalah investasi jangka panjang dalam legitimasi sosial DOB ini,” ujarnya.
YNS menyoroti satu aspek unik dari gagasan DOB Amanatun dan Amanuban: dukungan strategis dari pemerintah kabupaten induk, yakni Pemkab TTS.
“Biasanya kepala daerah enggan memberi rekomendasi karena takut kehilangan wilayah atau kekuasaan. Tapi di sini, semangat kolaborasi yang terbangun menjadi ujian tersendiri, dan justru dapat membuka ruang untuk membagi tanggung jawab pembangunan,” katanya.
Ia menilai bahwa kerja panjang membangun relasi antara tim inisiator, Pemkab TTS, dan DPRD menjadi sinyal kuat bahwa pemekaran ini lahir dari konsolidasi lintas level, bukan hanya dorongan elit.
YNS juga menegaskan pentingnya koneksi strategis dengan Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas DOB). Menurutnya, Forkonas adalah kanal penting untuk membawa usulan DOB ke tingkat nasional.
“Kalau tidak terkoneksi dengan Forkonas, usulan DOB akan mudah tenggelam di tumpukan dokumen pusat. Forkonas itu bukan sekadar jaringan, tapi juga kanal strategis untuk advokasi dan lobby politik di level nasional,” ujarnya.
Sebagai putri daerah yang kini berkegiatan di Jakarta, YNS menyatakan siap menjembatani komunikasi antara tim inisiator dengan Forkonas, mempertemukan kepentingan lokal dengan narasi pembangunan nasional.
YNS menutup pernyataannya dengan harapan bahwa DOB Amanatun dan Amanuban akan melahirkan model pembangunan baru berbasis keadilan wilayah, kearifan lokal, dan partisipasi rakyat.
“Tim inisiator telah menyalakan api semangat pemekaran ini dengan pendekatan yang humanis, berbasis data, dan berjejaring nasional. Sekarang tugas kita semua, termasuk para perempuan, tokoh adat, gereja, dan kaum terpelajar, untuk memastikan bahwa DOB ini dapat membawa kesejahteraan yang merata,” tutupnya.